Langsung ke konten utama

RESUME KUNJUNGAN KELEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KELAS II A KOTA BLITAR



1.      Latar Belakang
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan system, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan akhir dalam tata peradilan pidana.
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau lapas) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau tahanan. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat.
Lembaga  pemasyarakatan  Anak  Blitar  yang  terletak  di  Jl.  Bali  No.60  ini dahulunya  merupakan sebuah pabrik minyak yang bernama INSULINDE” milik pemerintah kolonial Belanda. Kemudian digunakan untuk menampung dan mendidik anak-anak  yang  melanggar  hukum.  Dikenal  sebagai  Rumah  Pendidikan  Negara (RPN), dan penghuninya disebut Anak Raja. Di tahun 1948 RPN dibumihanguskan Belanda pada Agresi Militer Belanda II. Kemudian pada tahun 1958 dibangun kembali oleh Pemerintah Indonesia. Dan pada tanggal 12 januari 1962 Rumah Pendidikan Negara (RPN) diresmikan oleh Menteri Kehakiman RI Prof. Dr. Sahardjo, SH. Pada tanggal 27 April 1964 lahirlah Sistem Pemasyarakatan. Dan kemudian pada tanggal 26 Februari 1985  Rumah Pendidikan Negara (RPN) akhrinya berubah nama menjadi LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK BLITAR sampai saat ini (Selayang Pandang Lapas Kelas IIA Anak Blitar).
 Latar belakang napi yang masuk di Lapas Anak  Blitar ini rata-rata memiliki keluarga  yang kurang harmonis. Sehingg mereka   dapa melakukan  perbuata yan melangga hukum (kriminal). Ini karena mereka tidak memilki pengarahan yang baik dari kedua orang tua dan juga keluarga yang lain. Napi yang masuk di Lapas Anak Blitar ini datang dari berbagai daerah di Jawa Timur. Sehingga  banyak pula adat yang berbeda setiap individunya. Kesalahan merekapun  bermacam-macam seperti mencuri, pelecehan seksual, pembunuhan, narkoba dan lain-lain. Usia para napi yang ada di Lapas Anak ini mulai dari umur 13 tahun sampai 20 tahun  ( remaja ). Prosentase para napi yang tidak pernah merasa jera untuk keluar-masuk  Lapas  Anak  Blitar  ini     5  %.  Karena  menurut  Bapak Mifatachul Huda, biasanya napi yang bandel ini sudah berusia remaja yang hampir dewasa ( remaja akhir) dan melakukan kesalahan yang berulang-ulang dan usia mereka sudah dikategorikan untuk usia dewasa. Jadi ketika mereka melakukan kesalahan lagi mereka sudah dipenjarakan di Lapas dewasa. Dasar Hukum Lembaga  pemasyarakatan  Anak  Blitar sebelum diberlakukannya undang – undang penganti UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan tahun 2013 mendatang meliputi

1        UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
2        UU No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
3        UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
4        PP No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan

2.      Sistem Pembinaan Lapas Anak Blitar

Konsep yang digunakan oleh Lapas anak Blitar adalah konsep indonesia yaitu konsep kemasyarakatan tanpa ada istilah rumah tahanan yang mana warga binaan menjadi terisolir atau menjadi ketakutan akan tetapi makna dari lapas ini adalah RUMAH BERMAIN.  Dalam hal ini pula merubah paradigma masyarakat yang memandang lapas dalam hal negatif yang mana pula lapas juga bisa dimaknai dengan hal – hal yang positif. Pembinaan di Lapas Anak Blitar ini seperti kegiatan yang menjadi rutinitas  para  napi  sehari-hari.  Mulai  dari  segi  kedisiplinan,  pendidikan, ketrampilan  dan  juga  kerohanian.  Kedisiplinan ini  seperti  ketatnya  waktu kegiatan sehari-hari, dan juga  peraturan yang ada di Lapas Anak Blitar ini. Dari segi pendidikan ini tergantung pada latar belakang napi, jika napi yang masuk ini masih dalam usia wajib belajar 9 tahun mereka  harus mengikuti program pendidikan begitu juga napi yang masuk bukan tergolong anak putus sekolah. Kemudian dari segi ketrampilan, para napi ini mendapat pengajaran berbagai segi ketrampilan seperti bengkel, komputer, dan juga seni kerajianan tangan. Program  pembinaan inilah yang dianggap sebagai pembinaan yang penting dengan harapan agar  kelak jika mereka keluar dari Lapas Anak ini mampu  beradaptasi  dan  menata  hidupnya  dengan  ketrampilan  yang  telah diajarkan  dari  Lapas  Anak  Blitar.  Sedangkan  dari  seg kerohanian,  ini berdasarkan agama yang mereka anut. Jika napi tersebut sudah dikategorikan napi yang baik dari segi perilaku mereka dapat menghirup udara luar Lapas Anak untuk sejenak dengan membersihkan halaman luar Lapas Anak Blitar dengan  pemantauan pembina Lapas Anak Blitar tentunya pada pertengahan masa kurungan penjara.
Suatu kesulitan yang dialami oleh Lapas Anak adalah pada anak-anak yang memiliki kesalahan yang ringan sehingga masa pidananya yang singkat tidak mungkin diberikan pembinaan. Anak-anak yang dididik oleh di Lapas Anak ini disebut anak negara yaitu anak  yan ditempatkan  di  Lembaga  Pemasyarakatan  dengan  keputusan Hakim, berdasarkan  ketentuan pasal 45 KUHP. Sedangkan untuk kategori Anak Sipil (anak yang diserahkan oleh orang tuanya karena tidak sanggup lagi untuk mendidik anak tersebut) kini di Lapas Anak Blitar sudah tidak ada.
Wujud pelaksanaan Pembinaan yang diberikan kepada Anak Didik Pemasyarakatan bemacam-macam mulai dari pendidikan, yang menekankan pada keseimbangan antara pendidikan umum, keterampilan, pendidikan dan pembinaan mental dan rohani serta pembinaan sosil budaya Dengan adanya program kegiatan pembinaan yang diselenggarakan oleh LPA Blitar dapat Memberi kesempatan bagi Napi / Anak Didik untuk meningkatkan pendidikan dari ketrampilan guna mempersiapkan diri hidup mandiri ditengah masyarakat, setelah bebas menjalani pidana. Sehingga menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun Bangsa dan negara. Sesuai dengan tujuan pembinaan. Namun banyak juga anak didik yang sering tidak mengikuti program kegiatan yang diselenggarakan oleh LPA Blitar, hal ini dapat berpengaruh terhadap prilaku anak didik setelah keluar dari LPA nanti. Bisa saja narapidana/anak didik mengulangi perbuatannya / pelanggaran lagi karena tidak memiliki pendidikan keterampilan untuk hidup mandiri ditengah masyarakat. Dengan keadaan seperti ini besar kemungkinan anak akan menjadi manusia yang tidak berguna atau sampah masyarakat. Memulihkan  kesatuan  hubungan  hidup,  kehidupan  dan  penghidupan  Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa  (Membangun manusia yang mandiri) dan pengembangan Lapas Anak yang ramah, anak bebas dari pemerasan, kekerasan dan penindasan Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:
a.       Pengayoman
b.      Persamaan perlakuan dan pelayanan
c.       Pendidikan
d.      Pembimbingan
e.       Penghormatan harkat dan martabat manusia
f.       Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
g.      Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Narapidana dalam menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai hak-hak sebagaimana yang diatur dalam pasal 14 UU Nomor 12 tahun 1995. Anak didik Pemasyarakatan di bagi dalam tiga (3) kelompok, yaitu:
1.                  Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
2.                  Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan untuk Negara untuk didik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
3.                  Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun pasal 1 ayat 8 UU No.12 Tahun 1995)
Menurut Kepala LAPAS anak kelas II blitar ,Terkait tahapan pemidanaan disesuaikan dengan masa pidananya meliputi
1        Mulai dai  masa 1 / 4 masa pidana,
2        Masa 1 / 2  -  2 / 3 yaitu diperkenalkan mengenai perbuatannya yang dilakukan dengan dunia luar,
3        Masa 2 1 / 2 – 2 / 3 yaitu asimilasi, dibebaskan dalam artian masih dalam pengawasan


Konsep Pengawasan
Konsep Pengawasan yang dilakukan Lapas anak kelsa II Blitar meliputi 3 kriteria yaitu
1        Minimum Security adalah konsep pengawasan terhadap warga binaan yang tidak membahayakan wrga binaan yang lain. Dalam hal ini warga binaan ini tingkat kejahatannya dalam dirinya masih terkontrol dan terjaga oleh dirinya, tanpa adanya pengawasan dari pengawas.
2        Medium Security adalah kosep pengawasan terhadap warga binaan yang dalam kaitannya kejahatan atau pelanggaran yang dilakukannya masih dalam tingkatan kedua. Artinya warga binaan ini masih dalam keadaan seimbang antara ingin melakukan dan tidak melakukan perbuatan itu lagi di dalam lingkup LAPAS. Dalam hal ini pula pengawasan yang dilakukan masih hanya sebatas pendekatan.
3        Maximum Security adalah kosep pengawasan terhadap warga binaan yang dalam kaitannya kejahatan atau pelanggaran yang dilakukannya tidak bisa ditoleransi dan menganggu serta mempengaruhi aktivitas pembinaan warga binaan yang lain dalam proses pembinaan.
Faktor – faktor yang menghambat proses pembinaan lapas anak blitar meliputi
1        Sarana dan prasarana belum tercapainya dalam hal kemajuan teknologi yang telah ada,
2        Dikaitkan dengan jumlah karyawan sebagai penunjang dalam pengawasan dan pendidikan terhadap warga binaan belum bisa memadai terkait jumlah warga binaan yang tidak sebanding dengan jumlah pengawas,
3        Perlu adanya keikutsertaan masyarakat terhadap keberadaan lapas ini terkait dalam pembinaan tingkah laku anak yang menyimpang
4        Letak dan tempat yang perlu diperluas agar menunjang pembinaan serta daya tamping warga binaan agar tidak timbul ketidaksesuaian antara tempat dan penghuni.
5        Motivasi dari anak itu sendiri terkait sebagai warga binaa lapas



3.            Kesimpulan Dari Kunjungan ke Lapas Anak Blitar
Teori Biologis dari ajaran Lombroso lebih menguatkan pemikiran saya  karna di Lapas bukanlah penjahat yang sejak lahir, akan tetapi mereka menjadi penjahat sebagai hasil dari otak mereka yang menggangu kemampuan mereka untuk membedakan antara benar dan salah dan seTanpa bisa dihindari mcara fisik lebih dominan terlihat telah memiliki cirri  cirri kriminalitas tinggi meliputi tato dibadan, cirri – cirri biologis tertentu yaitu hidung pesek, kulit sawo matang, rambut dekil tanpa ditata, bibir tebal, tingkah laku dan tutur kata layaknya orang dewesa dan tidak sopan.
Menurut pendapat saya, Toeri Labeling terhadap Warga Binaan lebih melekat.  Teori ini memiliki kesesuaian dengan Perspektif Pluralis. Dalam perspektif itu dikatakan bahwa perbedaan antar kelompok terletak pada benar atau tidak benar. Hal ini selaras dengan pengertian labeling sebagai bentuk penilaian orang lain terhadap benar atau tidak benarnya tingkah laku seseorang di dalam masyarakat. Penilaian ini muncuk karena adanya proses interaksi diantara masing-masing individu. Paradigma yang sesuai adalah Paradigma Interaksionis, di mana paradigma ini menekankan kepada perbedaan psikologi-sosial dari kehidupan manusia. Paradigma ini memandang bahwa kejahatan merupakan suatu kualitas dari reaksi sosial masyarakat terhadap suatu tingkah laku atau perbuatan, di mana dalam teori labeling dijelaskan bahwa tingkah laku seseorang menjadi tidak benar karena ada proses labeling atau cap terhadap tingkah laku tersebut sebagai tingkah laku kejahatanSeseorang yang baru saja keluar dari penjara. Ketika dia menjalani hukuman penjara karena perbuatan yang dia lakukan di masa lalu, sesungguhnya dia telah mengalami proses labeling, yaitu keputusan dari penguasan yang menyatakan bahwa dia adalah penjahat dan patut untuk dihukum penjara ( sesuai ketentuan yang diutarakan oleh Schrag, penangkapan adalah proses labeling ). Setelah keluar dari penjara tersebut, masyarakat akan tetap menilainya sebagai penjahat karena cap yang telah melekat pada dirinya (sulit melepaskan label). Terjadi interaksi antara individu yang baru keluar dari  penjara tersebut dengan masyrakatnya, dan interaksi itu menghasilkan kesimpulan bahwa dia dicap sebagai penjahat meskipun sudah dunyatakan bebas. Hal ini kemudian akan berpengaruh kepada kehidupan, mental, dan sisi psikologis seseorang tersebut, yang kemudian menghambat karir atau usahanya untuk bertahan, seperti misalnya sulit mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan kembali kepercayaan dari orang-orang. Dampak seperti ini kemudian menyebabkan seseorang tersebut akhirnya mengulangi perbuatannya dan akhirnya mendidentifikasi dirinya sebagai penjahat.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembubaran PARPOL

Warga negara punya hak mendirikan partai politik   dan partai politik tersebut    menjadi pilar demokrasi,dan   juga pilar konstitusi Parpol sudah menjadi pilar atau penyangga NKRI, bahkan tanpa parpol yang keberadaannya diatur konstitusi tujuan negara tidak akan tercapai. Pembubaran parpol bisa diajukan ke MK, tetapi yang berhak memohon pembubaran parpol adalah Presiden hal tersebut secara yuridis diatur dalam pasal 68 ayat 1 UU No 24 Tahun 2003. Pemohon uji materi bahwa ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai kepada MK, seperti yang diatur dalam Pasal 40 dan 41 UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol). Pasal 40 1. Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar yang sama dengan: a.        bendera atau lambang negara Republik Indonesia; b.       lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah; c.        nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasiona

contoh akta jual beli

Tanah yang akan dijual di jalan patrang masih dalam posisi di jaminkan ke bank maka jika ingin menjualnya harus ditebus dahulu dan kemudian diroyakan dalam hal ini memggunakan uang hasil penjualan tanah yang dibayar dimuka sebesar 250.000.000,00 oleh tuan HADI sembodo dan sisanya akan dilunasi pada tiga bulan setelah pembayaran pertama. Syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak Penjual identitas para pihak sertifikat tanah surat keterangan waris keterangan kuasa lisan dari ahli waris lainya pajak bumi bangunan anak menyertakan foto kopi KTP Surat nikah Surat roya Pembeli KTP Pajak yang harus di bayar sebesar AKTA JUAL BELI No:   01/Jember/2012 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin   tanggal 3 (Tiga) bulan Desember tahun 2012 (dua ribu dua belas) hadir di hadapan saya LUTFIA EKA DEWI SH.Spn yang berdasar Surat Keputusan                                              tang

contoh akta jual beli

Tanah yang akan dijual di kecamatan tegal besar desa ajung, jember tanah seluas 500m 2   dengan harga 1.250.000.000,00 karena penjualnya suami istri maka salah satu pihak memberikan persetujuan   atau meminta persetujuan   pada pasangannya untuk menjual tanah tersebut karena dalam pernikahan harta yang dimiliki adalah harta bersama dan dalam menjual belikannya harus meminta dan menerima ijin dari pasangannya baru setelah itu dapat terjadi jual beli. Pajak pembeli yang harus dibayar adalah senilai 4.000.000 Pajak penjual yang harus dibayar adalah senilai 4.000.000 Syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak Penjual identitas para pihak sertifikat tanah persetujuan dari pasangan pajak bumi bangunan anak menyertakan foto kopi KTP Surat nikah Pembeli KTP AKTA JUAL BELI No:   02/Mangli/2012 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Selasa   tanggal 4 (Empat) bulan Desember   tahun 201